Minggu, 18 November 2012

akhlak tasawuf


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang Pembuatan Makalah
Baik dan buruk merupakan istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Namun belum banyak orang yang mengetahui apakah yang disebut dengan baik, bagaimana baik dan buruk menurut pandangan Islam, dan sebagainya. Dan dari pertanyaan-pertanyaan perlu dicarikan jawabannya sehingga pada saat kita menilai sesuatu itu baik atau buruk memiliki patokan atau indikator yang pasti.

1.2         Tujuan Pembuatan Makalah
Pembuatan makalah bertujuan untuk bahan pembelajaran khususnya tentang baik dan buruk. Dan diharapkan dari makalah ini baik penyusun maupun pembaca dapat memahami dan mengetahui perihal baik dan buruk.
















BAB II
BAIK dan BURUK

2.1     Pengertian Baik dan Buruk
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab. Louis Ma’luf dalam kitab Munjid, mengatakan yang disebut baik adalh sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.[1] Sementara dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian dan seterusnya.[2] Yang baik itu dapat juga berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan.[3] Dan yang disebut berarti baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia.[4] Beberapa kutipan diatas menggambarkan bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia.
Sedangkan dalam bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan istilah syarr, dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik yang tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna, dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai tak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.[5] Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.

2.2     Penentuan Baik dan Buruk
Sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia, berkembang pula patokan yang digunakan orang dalam menentukan baik dan buruk. Di antara aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk adalah:
1.        Baik Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat (Sosiolisme)
Menurut aliran ini baik atau buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang buruk, dan kalu perlu dihukum secara adat.

2.        Baik Buruk Menurut Aliran Hadonisme
Menurut paham ini yang disebut dengan perbuatan baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis. Pada paham hedonisme ini ada yang bercorak individual dan universal. Corak pertama berpendapat bahwa yang dipentingkan terlebih dahulu adalah mencari sebesar-besarnya kelezatan dan kepuasan untuk diri sendiri, dan segenap daya upaya harus diarahkan pada upaya mencari kebahagiaan dan kelezatan yang bercorak individualistik. Corak kedua (Universalistis Hedonisme) memandang bahwa perbuatan yang baik itu adalah yang mengutamakan mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia, bahkan segala makluk yang berperasaan.[6]

3.        Baik Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme)
Menurut paham ini perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada dalam dirinya. Dan sebaliknya perbuatan buruk adalah perbuatan  yang menurut hati nurani atau kekuatan batin dipandang buruk. Poedjawijatna mengatakan bahwa menurut aliran ini yang baik adalah yang sesuai dengan kodrat manusia, yaitu kemanusiaannya yang cenderung kepada kebaikan. Penentuan baik-buruknya tindakan yang kongkret adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati orang yang bertindak. Dengan demikian ukuran baik-buruk suatu perbuatan menurut paham ini adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia, dan tidak menentang atau mengurangi keputusan hati.[7]

4.        Baik Buruk Menurut Paham Utilitarianisme
Secara harfiah utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial.

5.        Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku hukum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik.
Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan keterampilan sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.

6.        Baik Buruk Menurut Paham Religiosisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman kepada-Nya. Menurut Poedjawijatna aliran in dianggap yang paling baik dalam praktek.
7.        Baik Buruk Menurut Paham Evolusi (Evolution)
Herbert Spencer (1820-1903) salah seorang ahli fisafat Inggris yang berpendapat evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita itu dan yang buruk bila jauh daripadanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya sedikit mungkin.
Cita-cita manusia dalam hidup menurut paham ini adalah untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan. Dalam sejarah paham evolusi, Darwin (1809-1882) dalam buku The Origin of Species, dikatakan bahwa perkembangan alam ini didasari oleh ketentuan-ketentuan berikut:
1)        Ketentuan alam (selection of nature)
2)        Perjuangan hidup (struggle for life)
3)        Kekal bagi yang lebih pantas (survival for the fit test)
Yang dimaksud dengan ketentuan alam adalah bahwa alam ini menyaring segala yang maujud (ada) mana yang pantas dan bertahan akan terus hidup, dan mana yang tidak pantas dan lemah tidak akan bertahan hidup.
Berdasarkan ciri-ciri hukum alam yang terus berkembang ini dipergunakan untuk menentukan baik dan buruk. Namun ikut sertanya berubah dan berkembangnya ketentuan baik buruk sesuai dengan perkembangan alam ini akan berakibat menyesatkan, karena ada yang dikembangkan itu boleh jadi tidak sesuai dengan norma yang berlaku secara umum dan telah diakui kebenarannya.

2.3     Sifat Dari Baik dan Buruk
Sifat dan corak baik-buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat sebagaimana disebutkan diatas adalah sesuai dengan sifat dari filsafat itu sendiri, yakni berubah, relatif nisbi dan universal. Dengan demikian sifat baik dan buruk yang dihasilkan berdasarkan hasil pemikiran filsaga tersebut menjadi relatif dan nisbi pula, yakni baik dan buruk yang dapat terus berubah. Sifat baik-buruk yang dikemukakan berdasarkan pandangan tersebut sifatnya subyektif, lokal dan temporal. Dan oleh karenanya nilai baik dan buruk itu sifatnya relatif.

2.4     Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Ajaran Isam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT., Al-Qur’an yang dalam penjabarannya dilakukan oleh hadis Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk al-Qur’an dan al-hadis. Jika kita perhatikan Al-Qur’an maupun hadis dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik dan istilah yang mengacu kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya:
1.        Al-hasanah sebagaimana dikemukan oleh Al-Raghib al- Asfahani adalah seseuatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Al-hasanah dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama hasanah dari segi akal, kedua dari segi hawa nafsu/keinganan dan hasanah dari segi pancaindera.[8] Lawan daari al-hasanah adalah al-sayyiah. Yang termasuk al-hasanah misalnya keuntungan, kelapangan rezeki dan kemenangan. Sedangkan al-sayyiah misalnya kesempitan, kelaparan dan keterbelakangan.
2.        Al-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikan kelezatan kepada pancaindera dan jiwa, seperti makanan, pakaian tempat tinggal dan sebagainya.[9] Lawannya adalah al-qabihah artinya buruk.
3.        Al-khairah digunakan menunjukkan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat. Lawannya adalah al-syarr.[10]
4.        Al-mahmudah digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT.[11] Dengan demikian kata al-mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan yang bersifat batin dan spiritual.
5.        Al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan akhlak yang terpuji yang ditampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari.[12] Selanjutnya kata al-karimah yang skalanya besar, seperti menafkahkanharta dijalan Allah.
6.        Al-birr digunakan untuk menunjukkan pada upaya memperluas atau memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut terkadang digunakan sebagai sifat Allah dan terkadang juga untuk sifat manusia. Jika kata tersebut digunakan untuk sifat Allah maksudnya adalah bahwa Allah meberikan balasan pahala yang besar dan jika digunakan untuk manusia, maka yang dimaksud adalah ketaatannya.[13]
Selain itu perbuatan yang dianggap baik dalam Islam juga adalh perbuatan yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Namun Al-Qur’an dan Al-Sunnah bukanlah sumber ajaran yang eksklusif atau tertutup. Kedua sumber tadi bersikap terbuka untuk menghargai bahkan menampung pendapat akal pikiran, adat istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia dengan catatan semuanya itu tetap sejalan dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah.


[1] Louis Ma’luf, Munjid, (Beirut: al-Maktabah al-Katulikiyah, t.t.), hlm.198
[2] Webster’s New Twentieth Century Dictionary, hlm. 789
[3] Webster’s World University Dictionary, hlm. 401
[4] Ensiklopedia Indonesia, Bagian I, hlm. 362
[5] Asmaran As. Hlm. Pengantar studi akhlak, hlm. 26
[6] Ibid., hlm. 96
[7] Poedjawijatna, op. cit., hlm. 49
[8]     Al-Raghib al-Asfahani, Mu’jam Mufradat al-Fadz al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Firk, t.t.). hlm. 117
[9]     Ibid., hlm. 321
[10]    Ibid., hlm. 163
[11] Ibid., hlm.163
[12] Ibid., hlm. 446
[13] Ibid., hlm. 37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar